Senangnyaberbahasa.blogspot.com - Hai Sahabat Bahasa, sudah berapa banyak buku yang kalian baca? Sudahkah kalian memahami segala buku itu? Apa yang kalian pahami?
Tahu tidak?! Ketika kita berusaha memahami suatu karya dengan baik, secara otomatis kita akan membutuhkan atau mendapatkan informasi yang terkandung dalam faktor-faktor ekstrinsik seperti latar belakang kehidupan pengarang (pendidikan, pengalaman, agama, haluan politik, ideologi, pandangan hidup, dsb) dan keadaan sosial-politik-ekonomi-budaya-teknologi-seni pada zaman /masa penciptaan. Sebaliknya, tidak menuntut kemungkinan bahwa dengan memahami suatu karya kita akan mengenal agama penulis, pandangan/sikap hidup penulis terhadap suatu persoalan, keadaan sosial-politik-ekonomi-budaya-teknologi-seni masyarakat yang sesungguhnya pada masa penciptaan,dsb.
Seperti yang kita ketahui bahwa suatu karya tidak lantas tercipta tanpa adanya pondasi/landasan atau faktor-faktor pembentuk yang sering kita sebut dengan dua istilah yaitu faktor intrisik dan ekstrinsik. Seperti halnya karya yang mengambil latar (setting) zaman kerajaan tentu harus mendeskripsikan dengan tepat sosial-budaya-teknologi zaman tersebut. Misalnya: kendaraan yang digunakan tentu saja kuda atau kereta, dan bukan bus atau pesawat; senjata yang digunakan adalah keris, golok, atau panah, dan bukan senapan mesin, bom TNT atau nuklir; musik ilustrasinya ialah gamelan dan bukan jaz, rok; atau dangdut. Dengan demikian tidak terjadi anakronisme
(pertentangan/ketidaksesuaian, misalnya antara keadaan zaman dengan latar cerita).
Faktor eksternal yang kadang-kadang juga berpengaruh terhadap suatu karya ialah karya lain. Tidak jarang suatu karya memiliki hubungan, tautan, bahkan beberapa kemiripan/kesamaan dengan karya lain. Hal ini biasa disebut dengan istilah hubungan intertekstualitas. Hal ini bisa terjadi antara karya seorang pengarang dengan karya orang lain, dan dapat juga antara karya yang satu dengan karya yang lain dari seorang pengarang. Puisi “Senja di Pelabuhan Kecil” dan “Hampa” karya Chairil Anwar menunjukkan adanya tautan peristiwa, yakni kegagalan penyair menggapai cinta Sri Ayati.
Pemahaman terhadap faktor-faktor eksternal (ekstrinsik) suatu karya akan berguna untuk memahami suatu karya secara lebih mendalam, memperkaya informasi dalam pembuatan resensi, serta menilai secara lebih cermat baik tidaknya karya itu untuk dikonsumsi/dibaca publik.
REFRENSI
Maskurun, dkk. 2009. Bahasa indonesia III untuk SMK Tataran Unggul. Yogyakarta: LP2IP
Tidak ada komentar
Posting Komentar
Mohon untuk berkomentar dengan sopan! Terima kasih.